From Japan with Kenangan (part 2)

Hari 2

Haripun berganti, 7 Oktober 2011, dan kami siap memulai petualangan. Walau tanpa mandi, yang penting wangi. Kami berencana untuk mengunjungi daerah utara Tokyo, Asakusa dan kawasan Iidabashi kemudian menutupnya dengan Tokyo Tower. Sekitar pukul 7 pagi kami meninggalkan Haneda menuju pusat kota Tokyo menggunakan kereta yang notabene paling murah. Kamipun membeli tiket melalui mesin penjual tiket (yaiyalah, masak penjual korek api). Prosedur pembelian tiket kereta tidak terlalu rumit. Tinggal melihat stasiun tempat kita berada dan stasiun yang akan kita tuju. Tarifnya tertera di bawah nama stasiun. Setelah kita tau brapa harga yang harus kita bayar, kita tinggal menekan pilihan harga yang ada di mesin penjual tiketnya. Default bahasa mesin itu tentunya bahasa Jepang. Tapi ada pilihan bahasa Inggris bagi mereka yang tidak bisa membaca kanji.

Tanyakan pada peta!!
Tanyakan pada peta!!

Setelah beberapa saat menunggu, kereta pun datang. Waktu itu suasana tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa pegawai kantoran dan anak-anak sekolahan sehingga kami bisa duduk dengan leluasa. Ternyata sistem perkeretaapian di Jepang sangatlah disiplin. Kereta tiba sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Toleransi keterlambatan tidak sampai satu menit, sehingga kita bisa memperkirakan kapan kita sampai tujuan tanpa takut kelewatan stasiun. Untungnya Om Iwan Fals tidak hidup di Jepang. Kalau iya, lagu “Kereta Tiba Pukul Berapa” tidak akan pernah tercipta.

Daleman kreta Jepang
Daleman kreta Jepang

Karena barang bawaan kami cukup banyak dan daripada nanti dikira pengungsi sama petugas, kami sepakat untuk menitipkan barang di loker publik. Menurut info yang kami dapat sebelumnya, ada banyak loker penitipan barang di Stasiun Tokyo. Dan benar saja, ada banyak loker berbagai macam ukuran di sana. Dengan membayar 125 yen, kami menggunakan loker tersebut.

Selanjutnya kami langsung menuju ke Asakusa, lebih tepatnya ke Sensoji Temple. Sensoji Temple merupakan Kuil Budha yang populer di Tokyo. Anda tidak perlu takut kesasar, karena ada peta yang disediakan di hampir setiap pojokan jalan. Fasilitas ini benar-benar sangat membantu terutama untuk orang asing kehilangan arah dan tujuan. Kami sampai di gerbang Sensoji Temple tapi ternyata baru buka pukul 09.00. Kamipun menunggu sembari berfoto-foto.

nampak dikejauhan gedung 'tokai' asahi
Asakusa. Nampak dikejauhan Gedung ‘tokai’ Asahi

FYI, komplek Sensoji Temple ini menjadi lokasi syuting video klip penyanyi Korea, mbak IU yang judul lagunya Last Fantasy. Tapi kok waktu itu saya gak ketemu dia ya? Mungkin kami memang belum berjodoh.

Pukul 09.00 kamipun masuk ke kuil. Di Sepanjang jalan antara gerbang dan kuil banyak dipenuhi kios bermacam-macam souvenir. Di komplek kuil ternyata sudah ramai pengunjung. Mayoritas adalah anak sekolahan, mungkin mereka sedang melakukan study tour. Saya sendiri sangat terkesan dengan keadaan di sekitar kuil yang walaupun ramai tapi tetap bersih dan nyaman. Kami menghabiskan waktu sekitar satu jam berkeliling di Sensoji.

Gerbang masuk Sensoji Temple
Gerbang masuk Sensoji Temple
lorong masuk menuju kuil utama
lorong masuk menuju kuil utama
Sensoji
Sensoji
Rebutan minum air suci
Rebutan minum air suci
Adek-adek sekolahan mengikatkan hasil ramalan mereka
Adek-adek sekolahan mengikatkan hasil ramalan mereka

Ada kejadian unik di sini. Tiba-tiba ada seorang kakek-kakek mendatangi kami dan berbicara kepada kami dengan bahasa Jepang. Saya cuma bisa bengong karena vocabulary Jepang yang saya tau cuma “kimochi” dan “hayaku” doank. Untung si Tora lumayan fasih bahasa Jepangnya. Ternyata si Kakek menanyakan asal kami. Tora pun menjawab kalau kami berasal dari Indonesia, si kakek kemudian berucap ‘baremba’ sambil menunjuk kepalanya dan melakukan gerakan aneh semacam pesawat jatuh. Kami berusaha menerjemahkan apa yang berusaha dijelaskan oleh si Kakek. Hanya si Tora yang mengerti kalau ternyata si kakek berkisah tetang ayah beliau yang meninggal akibat kecelakaan pesawat di Palembang, mungkin ketika jaman penjajahan. Kakek itupun kemudian berlalu meninggalkan kami, mungkin dia lelah.

foto bareng kakek-kakek supel
foto bareng kakek-kakek supel

Setelah puas berkeliling kami melanjutkan perjalanan. Menyeberangi jembatan yang mengangkangi Sungai Sumidagawa yang bersebelahan dengan Sensoji. Kata Sese, kalo di film Jepang sungai ini sering digunakan oleh yakuza buat buang mayat korbannya, hiiiiiiiii.

Sumidagawa River
Sumidagawa River
Sesemidagawa
Sesemidagawa

 

Di ujung jembatan ternyata ada taman yang cukup luas dan nyaman. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di taman tersebut sambil mengamati aktivitas pengunjung taman yang lain.

kejuaraan lempar gundu
kejuaraan lempar gundu
menua bersama <3
menua bersama <3

Selanjutnya kami pergi ke Ueno menggunakan kereta. Dari stasiun Ueno, kami langsung berjalan ke Ueno Park. Ueno Park sendiri masih bagian dari Kaneiji Temple, yaitu kuil keluarga klan Tokugawa selama periode Edo. Ternyata taman ini sangat luas sekali bingittt. Untunglah tanamannya cukup rindang dan matahari tidak terlalu terik.

Ueno Park
Ueno Park

Dengan berbekal selembar peta kami berencana menuju Ueno Zoo. Sampai di gate Ueno Zoo kami terpaksa balik kanan karena mesti bayar (dasar mental gratisan). Kami pun mengitari bagian lain dari Ueno Park dan beristirahat sejenak sambil menikmati pertunjukan pengamen jalanan.

Ueno Park
Salah satu kuil di Ueno Park
salah satu papan doa yang ditulis pengunjung (entah apa maksdnya ada pikachu, shincan, sama doraemon)
salah satu papan doa yang ditulis pengunjung (entah apa maksdnya ada pikachu, shincan & doraemon)
pengamen sakti dari jepang, sang pengendali bola
pengamen sakti dari jepang, sang pengendali bola

Puas beristirahat kami segera menuju stasiun Tokyo untuk melanjutkan perjalanan ke Iidabashi. Dari stasiun Iidabashi kami harus berjalan cukup jauh untuk menjapai tujuan berikutnya, Koishikawa Korakuen Garden, sebuah taman tertua di Tokyo yang dibangun pada zaman Edo awal (1629), wah tua banget yak, lebih tua dari simbah saya. Kami harus membayar 300 yen untuk bisa masuk ke taman ini. Walaupun harus bayar, saya gak menyesal. Karena Koishikawa Korakuen Garden ini sangat joss sekali. Tamannya luas banget dan walaupun baru awal-awal musim gugur, namun daun-daun mulai terlihat memerah. Keren banget deh pokoknya.

Peta Korakuen Garden
Denah Koishikawa Korakuen Garden
Salah satu danau di Korakuen
Salah satu danau di Korakuen
Salah satu fauna di Korakuen, Burun warna biru nangkring di pohon (semoga kelihatan)
Salah satu fauna di Korakuen, Burun warna biru nangkring di pohon (semoga kelihatan)
Salah satu sudut Korakuen Park
Salah satu sudut Korakuen Park, khas taman Jepang banget
Momonji mulai terlihat
Momiji mulai terlihat

Ternyata Koisikawa Korakuen Garden ini bersebelahan sama Tokyo Dome yang termahsyur itu. Langsung deh cabut ke sana.

Tokyo Dome
Tokyo Dome

Tokyo Dome

Warung Indonesia di Tokyo Dome, sayang lagi tutup
Warung makan Indonesia di Tokyo Dome, sayang lagi tutup

Puas berfoto-foto di Tokyo Dome, kami lanjut perjalanan ke Tokyo Tower. Sebenernya kaki sudah pegel-pegel karena diajak jalan seharian (kalo tiap hari kayak gini betis dijamin sixpack dah!), hanya semangat dan harapanlah yang menggerakkan kaki ke sana. Lanjotttttt!!!!

selfie ama Tokyo Tower
selfie ama Tokyo Tower

Sampai di Tokyo Tower udah malem. Karena kalo mau naek mesti bayar lumayan, maka kami memutuskan untuk makan aja. Kebetulan di lantai 2 ada McD. Karena ragu mau beli burger (takut gak halal), akirnya makan apple pie seharga 100 Yen ato sekitar 11ribu rupiah (kalo di Indo bisa dapet nasi goreng+es the tawar).

penampakan apple pie mcD
penampakan apple pie mcD

Sesuai dengan rencana awal, malam harinya kami akan naik bus menuju Kyoto. Kami menggunakan jasa Willer Express dan telah memesan tiket sebelum berangkat ke Jepang. Setelah mengambil barang di loker, kami pun menunggu bus datang, tempatnya masih disekitaran Stasiun Tokyo. Bus pun datang dan kamipun berangkat. Selama perjalanan sempat beberapa kali saya lihat manusia jogging, padahal udah malem banget, mungkin mereka lagi selo. Dan sayapun ketiduran.

bersambung…

Written by Arga Purna Putra

Seorang yang percaya bahwa substansi manusia dibentuk oleh pengalaman empiris. Dan pengalaman empiris dapat diperoleh dari jalan-jalan. Jadi mari kita berjalan-jalan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *