Saya akui, pelajaran sejarah bukanlah merupakan pelajaran favorit bagi saya ketika masih mengenyam bangku sekolah dulu. Mungkin karena ingatan saya yang lemah, dan pelajaran sejarah yang mengharuskan saya mengingat nama-nama tokoh, tempat kejadian, dan tanggal terjadinya peristiwa-peristiwa penting yang akan keluar pada saat ujian membuat saya kurang tertarik pada bahwa pelajaran tersebut. Namun, perlahan semuanya berubah ketika negara api menyerang Saya mulai mempelajari sejarah dengan sudut pandang berbeda, bukan sebagai materi yang akan diujikan sewaktu ujian, namun sebagai suatu cerita yang diangkat dari kisah nyata. Sejarah Indonesia, ternyata menyimpan banyak kisah heroik yang tidak kalah menarik dari kisah-kisah fiksi yang ditulis oleh para penulis terkenal.
Berawal dari ajakan kak olive (@oli3ve) yang telah mengusahakan ijin sebelumnya kepada pihak pengurus, Saya bersama anggota Travel Bloggers Indonesia lainnya berkunjung ke Ereveld Menteng Pulo, sebuah pemakaman untuk korban perang yang dikelola oleh Kerajaan Belanda. Tidak sembarangan orang boleh masuk ke lokasi pemakaman ini. Hanya keturunan dari penghuni makam serta tamu dengan izin khusus boleh masuk. Ini dimaksudkan agar tempat ini tidak beralih fungsi, dan tetap menjadi peristirahatan yang tenang bagi mereka yang disemayamkan di sini.
Satu hal lagi, di sini kami harus mematuhi tata tertib yang berlaku, salah satunya adalah kami dilarang mengambil foto nisan secara close-up.
Halaman dalam pemakaman ini sangat bersih dan tertata rapi, sehingga kesan angker yang biasa terdapat di sebuah pemakaman berganti menjadi kekaguman terhadap sebuah bangunan dengan arsitektur yang anggun dan elegan. Nuansa sejarah sangat kental di pemakaman ini karena memang pemakaman ini hanya ditujukan untuk para korban perang semasa perang kemerdekaan dulu.
Di pemakaman ini, setidaknya terdapat dua tokoh yang cukup terkenal, yaitu Simon Spoor, seorang jenderal Belanda yang terkenal perannya ketika Belanda berusaha merebut kembali Indonesia, serta Marius Crans, seorang perwira Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) pada masa Perang Dunia II. Selain tentara asli Belanda, ada juga yang orang pribumi yang dimakamkan di Ereveld Menteng Pulo karena mereka dianggap berjasa untuk Belanda.
Di Kompleks pemakaman ini juga berdiri sebuah gereja. Hal yang menarik adalah, gereja ini memiliki menara dengan 4 simbol agama di 4 penjuru mata angin, yaitu Salib, Bulan dan Bintang, Bintang Daud dan simbol Yin Yang.
Selain dimakamkan di tanah, Ereveld Menteng Pulo juga menyimpan jasad para tentara dalam bentuk abu yang telah dikremasi. Abu ini dimasukkan ke dalam tabung-tabung besi dan diletakkan di sekeliling kolam dengan air mancur, tepat di sebelah gereja.
Ada satu hal yang menarik perhatian Saya, yaitu pada saat saya melihat ada beberapa nisan bertuliskan onbekend. Setelah mencari tahu, nisan bertuliskan onbekend digunakan menjadi sebuah tanda bagi mereka yang gugur namun nama dan asal-usul mereka tidak dikenali. Onbekend itu sendiri artinya semacam ‘anonymous’
Di situ kadang saya merasa sedih,
Kenapa? Pemerintah Belanda sangat menghargai orang yang mereka anggap sebagai pahlawan. Bahkan mereka yang tidak jelas asal usulnya masih tetap diberi penghormatan yang layak. Bandingkan dengan Negara kita, jangankan yang sudah gugur apalagi yang tidak bernama, yang jelas-jelas masih hidup saja kadang kurang diberi perhatian.
Mungkin Negara kita harus belajar dan berkaca dari pemakaman ini tentang cara menghormati para pahlawannya, mungkin kita kita juga perlu introspeksi diri, karena tanpa jasa para pahlawan, mungkin kita tidak bisa menikmati kehidupan seperti yang sekarang kita rasakan..
‘Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.’— Sukarno
waaah baru tau saya nie makam belanda.
dulu pernah nginep di salah satu gedung disana dengan view makam tersebut
iya, tapi isinya gak cuma makam orang-orang Belanda aja om, kalo masuk sini serasa lagi belajar sejarah deh..
ga buka buat umum?