Hari 3
Saya terbangun ketika bus telah memasuki wilayah Kyoto. Bus pun sampai di Stasiun Kyoto pukul 06.30, 8 Oktober 2011. Benar-benar on time sesuai jadwal. Saya curiga supir busnya robot. Karena masih pagi banget kami memutuskan untuk membeli sarapan di mart. Dan seperti yang udah-udah, menu sarapan kali ini adalah…… ONIGIRI!!!! all hail onigiri!!!!!
Di stasiun glundungan, poto-poto sampai jam 08.00 kemudian lanjut ke tempat kami akan menginap, Khaosan Hostel yang terletak di Gion. Berbekal peta rute bus hasil nyomot dari pusat informasi, kami pun berangkat naek naga (bus denk). Begitu turun di halte Gion, kami sempat bingung. Kamipun bertanya sama bapak (mirip) polisi yang kebetulan sedang bertugas disekitar situ. Ternyata Gion tak selebar daun kelor. Sambil menunjukkan peta, si bapak mengatakan bahwa kami masih harus berjalan sekitar 30 menit untuk sampai ke hostel. Ya mau gimana lagi, hidup adalah perjalanan dan kami pun melanjutkan berjalan kaki.
Karena di jalan sibuk celingukan kayak orang ndesa masuk kota, 40 menit kemudian kami baru sampai ke Khaosan Hostel. Kami langsung disambut sama resepsionisnya yaitu Mbak Kyoko.
Awalnya kami hanya ingin naruh tas dan lanjut ke lokasi tujuan berikutnya. Tapi masak iya kami yang udah seharian lebih ga mandi ini mau keliling Kyoto? Bisa-bisa nama baik bangsa Indonesia tercemar di mata Internasional. Akhirnya kami memutuskan untuk membayar fee tambahan agar bisa menikmati semua fasilitas hostel tersebut sebelum waktu check in. Cukup dengan 500 yen per orang anda bisa menikmati fasilitas yang amat lengkap. Ada living room di lantai 4 yang berisi 1 tv layar lebar, Nintendo wii, 5 komputer full internet service, dapur, sofa yang empuk, dan buku-buku pariwisata serta komik. Dan yang paling canggih, toiletnya ada pemanasnya cuyy!! Kebetulan emang udara musim gugur cukup terasa dingin. Saya jadi betah buang air nya. Benar-benar penemuan terbaik abad ini. Saya sempat males keluar hostel karena keasyikan maen Nintendo wii.
Sekitar jam 1 siang kami baru keluar hostel, langsung meluncur ke Kiyomizu-dera. Kali ini kami akan berjalan kaki, karena jaraknya dari hostel tidak terlalu jauh. Ternyata tidak ada ruginya berjalan kaki menuju Kiyomizu-dera. Kami jadi bisa menikmati suasana kota Kyoto dengan lebih dekat. Walaupun cuaca cerah, tapi tidak terlalu menyengat seperti di Jakarta.
Kiyomizu-dera sendiri adalah kuil Budha yang dibangun pada 798M. Konon katanya Wikipedia, tidak ada satu paku pun yang digunakan untuk membangun kuil ini. Nama Kiyomizu-dera diambil dari nama air terjun yang ada di dalam komplek kuil (kiyomizu artinya air jernih). Untuk masuk kuil, kami harus membayar 300 yen. Berhubung weekend (hari sabtu), suasana di kuil jadi ramai.
Di kuil terdapat 3 buah pancuran yang konon kabarnya mengalirkan air suci. Namun dari 3 air pancuran itu, pengunjung hanya diperbolehkan minum dari salah satunya saja. Orang Jepang percaya, bahwa di antara ketiga pancuran tersebut mengalir air kesehatan, air bijak, dan satunya lagi air yang kurang baik. Seperti pada umumnya kuil di Jepang, di sini juga mejual berbagai macam jimat keberuntungan. Saya kok waktu itu gak kepikiran buat beli jimat enteng jodoh yak? :/
Ketika hendak keluar setelah selesai berkeliling, tanpa sengaja kami melihat semacam gerbang kecil. Ternyata gerbang itu adalah pintu menuju kuburan. Komplek kuburan tersebut sangat luas, kamipun iseng-iseng menyusuri gang kuburan tersebut. Suasana kuburannya terasa berbeda dengan kuburan di Indonesia. Tidak ada aura mistis yang saya rasakan (gak tau juga denk kalo suruh uji nyali malem-malem di sini :s).
Setelah berjalan cukup lama, ternyata gang yang kami lewati menuju ke luar Kiyomizu-dera. Mungkin gang ini semacam pintu rahasia gitu, soalnya pas kami keluar gak ada pos retribusi ataupun palang penutup.
Kamipun pulang ke hostel, kembali dengan berjalan kaki. Di jalan pulang kami melewati sebuah sungai yang nampaknya asik, mirip kek yang di dorama-dorama Jepang gitu. Tanpa pikir panjang kami langsung turun dari jembatan menuju ke sungai. Yah itung-itung istirahat sambil menikmati suasana sore hari pinggir sungai di Kyoto. Berasa jadi pemaen figuran dorama :v. Karena udah mulai gelap, kami lanjut pulang ke hostel buat mandi.
Malam harinya kami pergi ke Gion, sebuah kawasan red district di kota Kyoto. Setelah belajar kira-kira 20 menit dari hostel, kami sampai di kawasan Shijo Avenue. Suasana di Gion Corner memang didesain untuk memunculkan kesan Jepang tempo doeloe. Di kanan kiri jalan setapak yang tersusun dari batako, berjejer rumah-rumah kayu khas Jepang. Cahaya sengaja dibuat remang-remang untuk menambah rasa kejadulannya.
Kawasan ini terkenal dengan Geisha-nya. Mungkin kalau dikalangan masyarakat umum Indonesia, geisha cenderung berkonotasi sebagai wanita penghibur ato semacam PSK. Tapi kalau yang saya tangkap (setelah nonton film Maiko Haaaan), geisha adalah gadis yang dilatih sedemikian rupa (dalam hal seni, terutama alat music tradisional Jepang dan menari) untuk menghibur tamu yang datang (dengan permainan tradisional, music dan tarian). Jadi pada dasarnya geisha adalah seorang entertainer sejati. Saya beruntung bisa bertemu geisha disini. Tanpa pikir panjang langsung saya keluarkan kamera dan jepret-jepret. Sayang karena cahaya amat minim dan geisha selalu berjalan terburu-buru, hasilnya jadi agak blur.
Di gion juga kami sempat melewati kawasan yang “uhuyyy”. Disepanjang jalan berjejer host club dan cabaret klub dengan mas-mas ganteng dan mbak-mbak kiyuttt yang menunggu makhluk-makhluk tak kuat iman jatuh ke dalam pelukannya. Kalo kata si Tora sih, jangan terlalu banyak tolah toleh di tempat itu. Nanti di seret masuk (kalo gak bayar sih gapapa kali ya :v). Karena sudah malam, kamipun pulang ke hostel untuk beristirahat.
bersambung…