INTRO
Dahulu kala pada masa dewa dewi konon Java Dwipa (Pulau Jawa) mengambang dan terombang-ambing di lautan luas tanpa arah dan tujuan. Nama jawa sendiri berasal dari suatu peristiwa saat Sang Hyang Siwa datang ke sebuah pulau yang terdapat banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa.
Para Dewa memutuskan untuk memaku Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India di atas Pulau Jawa sebagai pasaknya. kemudian para Dewa bekerja sama memindahkan gunung tersebut, Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa dan menggendong gunung itu di punggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut.
Akhirnya kedua dewa itu meletakkan gunung Meru di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi karena berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Wisnu dan Brahma lalu memotong sebagian dari Gunung Meru dan meletakkannya satu di ujung timur dan satu di barat.
Potongan gunung yang berada di sebelah barat membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru.
Itulah potongan cerita mengenai legenda terbentuknya Gunung Semeru yang konon akhirnya menjadi tempat persemayaman para Dewa. Dewasa ini Gunung Semeru makin tenar dan makin banyak dikunjungi oleh para pendaki sebagai efek film 5 cm. Saya termasuk salah satunya..hehehe
Akibat membaca novel dan menonton film 5 cm saya jadi pengen banget macarin Arinda eh mendaki semeru dink.. kebetulan akhir tahun 2013 saya mengambil cuti tahunan. bersama rekan-rekan legrex adventure perjalanan pun dimulai.
Tanggal 26-12-2013 pagi perjalanan dimulai dari rumah mas Agung di porong untuk menuju Ranu Pani via Tumpang menggunakan sepeda motor. Rombongan terdiri dari 5 orang dengan berboncengan sepeda motor. Sesampainya di pasar Tumpang kami membagi tugas, Jimmy dan Agung belanja sayur sedang Saya dan Tarzan mengurus surat sehat di Puskesmas Tumpang untuk melengkapi izin pendakian.
Tumpang pagi itu jam 7 pagi sudah sangat ramai dengan pendaki. tumpang merupakan terminal angkot terakhir, dari sini menuju Ranu Pani biasanya pendaki menyewa Jip atau menggunakan truk sayur. Setelah beres perjalanan dilanjutkan menuju Ranu Pane
Perjalanan Tumpang – ranu pani ini juga tidak kalah mengasyikan, melewati hutan belantara yang sepi diiringi suara tongeret, kaya suasana musim semi di Jepang. Di tengah perjalanan kami berbenti sebentar, menyaksikan salah satu tempat yang menjadi scene 5 cm saat genta mengucap “dapat salam dari Indonesia”.
Jam 9 pagi sampailah kami di desa Ranu Pane, desa terakhir di kaki Semeru. Di sini terdapat pos Jagawana untuk melakukan registrasi pendakian. setelah melakukan pendaftaran dan repacking barang kami mulai mendaki.
Setelah terlebih dahulu berdoa, memanjatkan harapan pada Sang Penguasa Alam agar perjalanan lancar dan selamat sampai rumah kembali kami mulai mendaki. jalur pendakian dihiasi oleh kebun sayur dikiri dan dikanan. Memasuki vegetasi hutan jalur berubah menjadi jalur setapak sedikit menanjak, namun karena jalur ini relatif teduh jadi sedikit menguras tenaga.
Beberapa kali kami berhenti untuk beristirahat dan mengisi tenaga dengan makanan ringan agar perut tidak terlampau kosong. Oh iya, sepanjang perjalanan juga kami dimanjakan oleh buah arbey hutan yang mulai masak, rasanya manis masam, menyegarkan sekali bagi tenggorokan.
Jam 4 sore hari mulai gelap,karena cahaya matahari mulai terhalang oleh tingginya Gunung. setelah melalui tanjakan yang paling menantang sepanjang perjalanan, mungkin dengan sudut 65 derajat samar-samar pemukiman pendaki mulai terlihat…
ya Ranu Kumbolo, kebanyakan pendaki Semeru singgah di Danau ini untuk bermalam dan mengambil air untuk persiapan mendaki ke puncak, mengingat dari Ranu Kumbolo menuju puncak masih memakan waktu 1 hari perjalanan lagi.
Karena hari mulai gelap kami bergegas menuju tepi Danau Ranu Kumbolo untuk mencari tempat mendirikan tenda. Disini sudah sangat ramai oleh pendaki lain. setelah mendirikan tenda kami beristirahat lelah dengan perjalanan panjang hari ini..hehehe
Hari mulai pagi saatnya mengeksplorasi kawasan sekitar Ranu Kumbolo. Kami memang tidak mendaki puncak, karena hanya ingin menikmati keindahan Ranu Kumbolo. Ranu Kumbolo pagi begitu dingin, disekitar tenda tampak rumput memutih akibat bunga es, Danau ranu Kumbolo pun begitu mistis memantulkan temaram cahaya pagi dengan kabut tipis di atasnya..pagi yang mistis..hehhe
Di Ranu kumbolo juga terdapat beberapa nisan untuk mengenang pendaki yang meninggal di Semeru. Pendakian gunung memang sangat berbahaya, tidak sedikit yang meninggal dalam pendakian gunung . oleh karena itu diperlukan kesiapan fisik, sarana dan prasarana penunjang yang memadahi untuk meminimalisir terjadinya hal yang tidak diinginkan.
Puas mengabadikan sunrise sarapan pun disiapkan. setelah sarapan kami mulai naik menuju oro-oro ombo melalui tanjakan cinta yang legendaris.
Nampak puluhan pendaki mencoba mendaki tanjakan cinta, mitosnya apabila kita mampu menaikinya tanpa menoleh kebawah niscaya apa yang kita harapkan menjadi kenyataan. Tapi mungkin maksudnya biar pendaki yang ada di bawah kita tidak terganggu oleh kita yang berhenti menikmati keindahan Ranu Kumbolo yang memang indah dan memabukan.
Setelah puncak bukit Cinta mulai tampak oro-oro ombo, sebuah padang sabana luas yang banyak tumbuh bunga berwarna ungu, kebanyakan pendaki menyebutnya Lavender, padahal bukan Lavender, cuman karena ungu doank. Alhamdulillah saat itu Semeru sudah mulai memasuki musim hujan, jadi rumput di sabananya mulai menghijau. Menurut saya momen terbaik mendaki gunung adalah November – awal Desember, karena sudah mulai memasuki musim penghujan, namun intensitas hujan belum terlalu tinggi..
Usai mengeksplor sekitar Ranu Kumbolo kami beristirahat, menikmati senja menjelang di Ranu Kumbolo. dinginnya malam membuat kami masuk ke peraduan lebih awal, rencana memfoto galaxy dengan latar ranu Kumbolo terlewat sudah..
Paginya setelah sarapan kami berkemas untuk turun gunung. rute yang dilalui untuk turun berbeda dengan saat naik. kami memilih melewati gunung ayek-ayek, lebih terjal memang, namun jauh lebih dekat dibanding jalur mendaki..
demikian perjalanan kali ini. tetap waspada dan berhati-hati dalam mendaki. salam lestari