Siapa Bilang di Sumatera Barat Gak ada Kereta Api, ‘ndak ada tu do!’

Hola…!!

tulisan pertama akan gue mulai dari kampung halaman yang tercinta yaitu Sumatera Barat..!!

Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang kebagian jatah sekian ratus kilometer pantai barat pulau Sumatera, kalau dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di pulau Sumatera menurut gue Provinsi ini punya kekayaan alam dan potensi pariwisata yang paling besar dibanding Provinsi lainnya (ini jujur bukan karena gue orang minang loh ya!), mulai dari pantai, gunung, sungai, danau, tebing, air terjun, lobang tambang, benteng belanda you named it! semua ada!. Namun sangat disayangkan potensi wisata yang besar ini belum dapat dikelola dengan baik oleh pemerintah setempat, bahkan jika dibandingkan dengan pengelolaan pariwisata di pulau jawa pun rasanya masih tertinggal (oke curhat dikit).

Salah satu langkah pemerintah lokal yang patut diapresiasi dalam meningkatkan pariwisata di Ranah Minang  belakangan ini adalah mengaktifkan kembali kereta api dengan relasi Padang-Pariaman PP, yup! KERETA API broohh….!! sebenarnya dari jaman gue masih pake seragam putih merah juga sudah ada kereta api lalu lalang, tapi yang lewat hanyalah kereta api pengangkut batu bara dari kota tambang Sawahlunto menuju Pelabuhan Teluk Bayur.

kereta api pengangkut batu bara di Sawahlunto (sumber : Mbah gugel)
kereta api pengangkut batu bara di Sawahlunto (sumber : Mbah gugel)

Saat mudik lebaran kemaren (minal aidin walfaidzin) gue akhirnya berkesempatan mencoba kereta api wisata Padang-Pariaman ini, meskipun lebih tepatnya dipaksa ikut tante dari Siak buat jagain anak2nya -_-‘. Aaanyways… berangkatlah gue, tante, paman dan dua orang sepupu gue yang masi bocah-bocah ke Pariaman dengan objective sebagai berikut :

1.Naik kereta api (di siak gak ada kereta api jadi naik kereta api aja udah termasuk wisata)

2.Main di pantai di Pariaman

Perjalanan dimulai dari rumah pukul 08.00 wib, kami berangkat menuju stasiun terdekat dari rumah yaitu Stasiun Tabing, setelah membeli tiket seharga Rp25.000,- per orang pada pukul 08.15 tepat kereta api Sibinuang yang akan kami tumpangi pun datang. Saat memasuki kereta api gue langsung salut dan mengacungi jempol kepada PT KAI atas servis yang ditawarkan pada penumpang. Di dalam Kereta Api Sibinuang ini terdapat dua lajur tempat duduk  dengan posisi duduk berhadap-hadapan, satu unit tempat duduk dapat diisi oleh 2 orang dewasa sebagaimana layaknya kereta api di jawa.  Setiap gerbong full musik dengan lagu campuran baik minang maupun lagu-lagu hits dari penyanyi/band ibukota, berpendingin udara dan kebersihannya pun terjaga, overall keretanya sangat nyaman, bahkan menurut gue lebih baik daripada Commuterline Jakarta-Bogor.

Kereta Api Wisata kebanggaan Sumbar (sumber : mbah gugel)
Kereta Api Wisata kebanggaan Sumbar (sumber : mbah gugel)
bagian dalam kereta api sibinuang, Full Music dan Full AC
bagian dalam kereta api sibinuang, Full Music dan Full AC

Sepanjang perjalanan dari Padang ke Pariaman kita akan dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah, hamparan ladang padi di kiri/kanan rel, sungai-sungai jembatan dan perbukitan. Bagi gue pemandangan paling spektakuler adalah  sesaat setelah melewati stasiun Lubuk Alung, melihat kesebelah kanan kereta di kejuahan kita dapat melihat Gunung Singgalang yang puncaknya ditutupi awan dengan hamparan sawah yang sangat luas di kaki gunungnya.

Stasiun Kereta Api Lubuk Alung
Stasiun Kereta Api Lubuk Alung
Hamparan Sawah dan Gunung Singgalang yang tertutup awan
Hamparan Sawah dan Gunung Singgalang yang tertutup awan

Setelah kurang lebih 1 jam 30 menit perjalanan akhirnya kami sampai di Stasiun Pariaman. Posisi stasiun ini sangat strategis, begitu keluar kita akan langsung berhadapan dengan pintu masuk salah satu tempat wisata di kota pariaman yaitu pantai Gondoriah. Disekitar stasiun terdapat beberapa warung makanan yang menjajakan masakan khas pariaman seperti lontong gulai paku, lotek, pical lontong, sala lauak dll. Berhubung kami belum sarapan maka kami memutuskan mengisi perut dulu dengan lontong gulai paku + Karupuak Jangek dan sala lauak di salah satu warung makan.  Bagi gue yang lidahnya sudah tercemar masakan jakarta, bumbu lontong gulai paku dan sala lauak ini sangatlah melepas rindu akan masakan minang yang pure (eenak beneerrrr broohh…).

sumfah ini enak bener
sumfah ini enak bener

Setelah perut kenyang, kami langsung menuju pantai gondoriah. Begitu memasuki gerbang kita akan disambut oleh jejeran pedagang kaki lima yang menjajakan barang dagangannya penataan pedagang kurang rapi sehingga terkesan semrawut. Masuk lebih dalam maka kami sampai di bibir pantai Gondoriah.

Sejujurnya tidak ada hal yang spesial di pantai ini, pasirnya cokelat, air lautnya juga tidak terlalu jernih, bibir pantai cenderung pendek daitambah tenda-tenda pedagang yang berjejer hingga ke pinggir pantainya membuat kami tidak bisa menikmati pantai dengan nyaman. Akhirnya kami menyewa salah satu tenda yang terletak tepat di pinggir pantai dan menikmati sajian air kelepa muda yang menyegarkan. Sebenarnya masih banyak pantai lain di Pariaman yang jauh lebih bagus daripada Pantai Gondoriah ini, seperti salah satunya yaitu Pantai Kata. Namun berhubung kami datang naik kereta dan buta arah di Pariaman maka akhirnya satu-satunya pantai yang kami kunjungi hanyalah pantai Gondoriah ini yang notabenenya persis di depan stasiun.

pintu masuk pantai Gondoriah
pintu masuk pantai Gondoriah
Bibir Pantai
Bibir Pantai

Setelah puas bermain di pantai dengan perut yang telah kembali lapar maka kami pun makan siang dengan target panganan khas pariaman yaitu Nasi Sek. Eit jangan ngeres dulu, Nasi Sek disini merupakan singkatan dari Seribu Kenyang, yang menurut cerita orang-orang dulu, bayar seribu rupiah bebas makan apapun sampe kenyang! Sekarang sepertinya Nasi Sek sudah tidak seribu lagi, namun mengikuti harga makanan seperti rumah makan pada umumnya.

Warung nasi sek yang kami singgahi cukup unik dengan tempat makan di dangau- dangau lesehan pinggir pantai yang rimbun karena tertutupi pohon kelapa. Berbagai makanan dan lauk pauknya dihidangkan sebagaimana restoran padang umumnya. Tanpa Ba Bi Bu kami pun langsung menyantap gulai Kepala Ikan dengan lahap, gue akui gulai kepala ikan nya juara!!. Setelah kenyang kami bersantai sejenak menikmati suasana pantai dengan sepoi-sepoi nan sejuk, efek perut kenyang dan angin pantai sukses membuat pikiran rileks dan mata pun semakin berat.

Nasi Sek dan Gulai Kapalo Ikan
Nasi Sek dan Gulai Kapalo Ikan

Setelah perut kenyang dan sepupu-sepupu juga sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke Padang dengan menaiki kereta pukul 13.15 dari Stasiun Pariaman.

Written by Andhika Jefri

seorang abdi negara yang kadang-kadang jalan-jalan pakai duit sendiri maupun duit negara (eh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *